STORY
Tips Membuat Home Movie
Jean-Luc Godard, legenda hidup sinema Perancis pernah berkata: “Kamu ingin jadi sutradara? Pinjam kamera pamanmu, lalu pergilah rekam sesuatu. Itulah membuat film. Kamera Panavision, lampu ini, lampu itu? Itu urusan belakangan."
Di zaman ketika film seluloid masih menjadi satu-satunya pilihan format, membuat sebuah film, bahkan yang pendek sekalipun, memerlukan biaya yang cukup mahal. Belum lagi step-step yang harus ditempuh untuk memproses dan menyunting film tersebut.
Dengan begitu berkembangnya format digital sekarang, membuat film menjadi semakin mudah dan murah. Jadi buat kamu-kamu yang udah kepikir ide film dari entah kapan namun belum dieksekusi juga, sekarang saatnya kamu ajak teman-teman kamu untuk merealisasikan film tersebut! Berikut beberapa tips untuk membuat film pendek perdanamu tidak “amatir-amatir” amat!
1. Peralatan
Kamera
Tidak semua dari kita punya akses ke kamera video profesional atau bahkan handycam. Namun disekeliling kita pasti ada yang memiliki ponsel berkamera, kamera digital saku, atau kamera DSLR. Kecuali untuk model yang terlampau lama, kamera-kamera tersebut bisa merekam video. Mungkin kamu sudah punya, atau bisa juga pinjam punya temanmu. Jika bisa, usahakan pakai DSLR karena DSLR memiliki fitur fotografi yang komplit. Tapi jika kamu cuma ada kamera ponsel, jangan khawatir, tetap maju terus! Peralatan nomor dua, cerita nomor satu!
Pencahayaan
Apapun jenis kameramu, usahakan untuk merekam adegan di lokasi yang cukup cahaya. Jika kamu di dalam ruangan, kerahkan seluruh sumber cahaya yang kamu miliki. Misalnya: lampu belajar, lampu meja, lampu emergency. Silahkan bereskplorasi dengan sumber cahaya. Lakukan tes shooting. Arahkan lampu belajarmu ke subjek kamu. Terlihat baguskah? Atau mungkin kamu harus pantulkan ke dinding? Coba beberapa variasi dan tentukan mana yang terlihat bagus buatmu dan pada saat yang bersamaan juga terlihat natural dan sesuai dengan konteks adegannya.
2. Cerita
Ciptakan adegan yang segar
Seberapa sering kamu melihat orang bangun tidur atau orang berjalan sendirian sebagai adegan pembuka? Hindari hal-hal umum dan buka ceritamu dengan sesuatu yang baru. Mungkin aktivitas yang jarang dipakai di film. Di sebuah sinetron bertahun-tahun yang lalu, saya terkesan dengan adegan pembuka sebuah scene, yaitu Teuku Ryan sedang menggunting kuku ketika pintu rumahnya diketuk. Adegan tersebut bisa saja dengan mudahnya dibuat menjadi Teuku Ryan sedang membaca koran ketika pintu rumahnya diketuk. Tapi tentu adegannya akan mejadi sangat klise.
Gunakan “What if”
What if (bagaimana jika) adalah cara yang ampuh untuk menciptakan ide untuk sebuah cerita. Bagaimana jika… seorang debt collector menghadapi nasabah yang memiliki penyakit short term memory? Ia bisa saja menagih hutang tiap hari dan terus-terusan dibayar. Silahkan bermain-main dengan “what if” dan biarkan imajinasimu berkembang. Tentu, karena kamu membuat home movie, batasi imajinasimu jika menyangkut ke props (barang-barang pendukung) yang mahal. Pastikan elemen-elemen di cerita kamu adalah hal-hal yang sudah kamu punya, atau bisa kamu pakai dengan gratis atau murah.
3. Pengarahan
Adegan
Pengarahan atau direction adalah pekerjaan membuat materi tertulis menjadi “hidup”. Rancang filmmu supaya memiliki keseimbangan antara dialog dan bahasa tubuh. Jika di skenariomu tertulis: “di dermaga itu, Henny bertemu dengan Bara dan mengatakan kepadanya “aku sedih sekali harus berpisah, Bara.” Maka dalam pengadegannya, kamu bisa rubah menjadi: Henny melihat Bara datang, namun alih-alih menghampiri Bara, ia pergi ke sudut dermaga dan memandang ke matahari terbenam. Bara menghampiri Henny, lalu bertanya: “Ada apa?” Namun Henny hanya terdiam sambil tersenyum sedih. Dengan mengubah adegan tersebut, pesan tetap tersampaikan namun dengan cara yang lebih tersirat.
Kamera
Jika film adalah sebuah novel atau cerpen, maka scene adalah paragrafnya dan camera angle adalah kata-katanya. Jika kamu ingin menyampaikan ke penonton bahwa seseorang sedang merasa kesepian, kamu bisa frame subjek kamu dengan komposisi yang banyak memiliki ruang kosong. Jika film kamu bercerita mengenai seorang anak yang bercita-cita menjadi pemain sepakbola, maka gerakan-gerakan kamera handheld akan lebih sesuai dengan energi cerita tersebut ketimbang kamu menggunakan tripod dan hanya pan ke kiri dan pan ke kanan. Jarak antara kamera dan subjek juga menjadi pertimbangan. Ingin memberi kesan bahwa seorang tokoh di cerita kamu misterius? Seperti halnya kita dengan orang asing, kita tidak lantas langsung berdiri begitu dekat dengannya. Begitu juga dalam bahasa film, selalu shoot dia dengan jarak tidak terlalu dekat (medium shot). Merekam seseorang yang harusnya misterius dengan ukuran close-up akan mengurangi efek yang diinginkan.
4. Editing
Program
Pilihan program editing sangat banyak, Adobe Premiere Pro adalah pilihan umum untuk pengguna PC dan Final Cut Pro untuk pengguna Macintosh. Namun kedua software tersebut memiliki fitur-fitur yang advance, yang berarti settingannya juga tidak sedikit. Jika kamu tidak berniat untuk menguasai program editing yang seprofesional itu, kamu bisa beralih ke program yang lebih ditujukan untuk home user seperti Ulead atau Sony Vegas. Tutorial program editing bisa ditemukan di Internet atau bisa juga kamu cari di toko-toko buku.
Proses penyuntingan
Terkadang dengan merubah sususan adegan dapat merekonstruksi ulang sebuah cerita menjadi lebih efektif. Pertama-tama, susun dulu adegan kamu sesuai dengan naskah, lalu kamu perhatikan. Apakah ada adegan yang sebenarnya tidak perlu? Atau bisa lebih pendek? Atau mungkin diletakkan di sebelum adegan yang satu lagi? Jangan sentuh editan kamu selama beberapa hari lalu play ulang filmnya dengan fresh eyes. Apa yang terlihat janggal? Dengan bermain-main dengan susunan, kamu bisa melatih sense kamu sebagai story teller yang efektif. Salah satu cara yang paling ampuh, dan juga paling enak adalah dengan menonton film dan memperhatikan cara mereka mengeksekusi sebuah adegan
Jean-Luc Godard, legenda hidup sinema Perancis pernah berkata: “Kamu ingin jadi sutradara? Pinjam kamera pamanmu, lalu pergilah rekam sesuatu. Itulah membuat film. Kamera Panavision, lampu ini, lampu itu? Itu urusan belakangan."
Di zaman ketika film seluloid masih menjadi satu-satunya pilihan format, membuat sebuah film, bahkan yang pendek sekalipun, memerlukan biaya yang cukup mahal. Belum lagi step-step yang harus ditempuh untuk memproses dan menyunting film tersebut.
Dengan begitu berkembangnya format digital sekarang, membuat film menjadi semakin mudah dan murah. Jadi buat kamu-kamu yang udah kepikir ide film dari entah kapan namun belum dieksekusi juga, sekarang saatnya kamu ajak teman-teman kamu untuk merealisasikan film tersebut! Berikut beberapa tips untuk membuat film pendek perdanamu tidak “amatir-amatir” amat!
1. Peralatan
Kamera
Tidak semua dari kita punya akses ke kamera video profesional atau bahkan handycam. Namun disekeliling kita pasti ada yang memiliki ponsel berkamera, kamera digital saku, atau kamera DSLR. Kecuali untuk model yang terlampau lama, kamera-kamera tersebut bisa merekam video. Mungkin kamu sudah punya, atau bisa juga pinjam punya temanmu. Jika bisa, usahakan pakai DSLR karena DSLR memiliki fitur fotografi yang komplit. Tapi jika kamu cuma ada kamera ponsel, jangan khawatir, tetap maju terus! Peralatan nomor dua, cerita nomor satu!
Pencahayaan
Apapun jenis kameramu, usahakan untuk merekam adegan di lokasi yang cukup cahaya. Jika kamu di dalam ruangan, kerahkan seluruh sumber cahaya yang kamu miliki. Misalnya: lampu belajar, lampu meja, lampu emergency. Silahkan bereskplorasi dengan sumber cahaya. Lakukan tes shooting. Arahkan lampu belajarmu ke subjek kamu. Terlihat baguskah? Atau mungkin kamu harus pantulkan ke dinding? Coba beberapa variasi dan tentukan mana yang terlihat bagus buatmu dan pada saat yang bersamaan juga terlihat natural dan sesuai dengan konteks adegannya.
2. Cerita
Ciptakan adegan yang segar
Seberapa sering kamu melihat orang bangun tidur atau orang berjalan sendirian sebagai adegan pembuka? Hindari hal-hal umum dan buka ceritamu dengan sesuatu yang baru. Mungkin aktivitas yang jarang dipakai di film. Di sebuah sinetron bertahun-tahun yang lalu, saya terkesan dengan adegan pembuka sebuah scene, yaitu Teuku Ryan sedang menggunting kuku ketika pintu rumahnya diketuk. Adegan tersebut bisa saja dengan mudahnya dibuat menjadi Teuku Ryan sedang membaca koran ketika pintu rumahnya diketuk. Tapi tentu adegannya akan mejadi sangat klise.
Gunakan “What if”
What if (bagaimana jika) adalah cara yang ampuh untuk menciptakan ide untuk sebuah cerita. Bagaimana jika… seorang debt collector menghadapi nasabah yang memiliki penyakit short term memory? Ia bisa saja menagih hutang tiap hari dan terus-terusan dibayar. Silahkan bermain-main dengan “what if” dan biarkan imajinasimu berkembang. Tentu, karena kamu membuat home movie, batasi imajinasimu jika menyangkut ke props (barang-barang pendukung) yang mahal. Pastikan elemen-elemen di cerita kamu adalah hal-hal yang sudah kamu punya, atau bisa kamu pakai dengan gratis atau murah.
3. Pengarahan
Adegan
Pengarahan atau direction adalah pekerjaan membuat materi tertulis menjadi “hidup”. Rancang filmmu supaya memiliki keseimbangan antara dialog dan bahasa tubuh. Jika di skenariomu tertulis: “di dermaga itu, Henny bertemu dengan Bara dan mengatakan kepadanya “aku sedih sekali harus berpisah, Bara.” Maka dalam pengadegannya, kamu bisa rubah menjadi: Henny melihat Bara datang, namun alih-alih menghampiri Bara, ia pergi ke sudut dermaga dan memandang ke matahari terbenam. Bara menghampiri Henny, lalu bertanya: “Ada apa?” Namun Henny hanya terdiam sambil tersenyum sedih. Dengan mengubah adegan tersebut, pesan tetap tersampaikan namun dengan cara yang lebih tersirat.
Kamera
Jika film adalah sebuah novel atau cerpen, maka scene adalah paragrafnya dan camera angle adalah kata-katanya. Jika kamu ingin menyampaikan ke penonton bahwa seseorang sedang merasa kesepian, kamu bisa frame subjek kamu dengan komposisi yang banyak memiliki ruang kosong. Jika film kamu bercerita mengenai seorang anak yang bercita-cita menjadi pemain sepakbola, maka gerakan-gerakan kamera handheld akan lebih sesuai dengan energi cerita tersebut ketimbang kamu menggunakan tripod dan hanya pan ke kiri dan pan ke kanan. Jarak antara kamera dan subjek juga menjadi pertimbangan. Ingin memberi kesan bahwa seorang tokoh di cerita kamu misterius? Seperti halnya kita dengan orang asing, kita tidak lantas langsung berdiri begitu dekat dengannya. Begitu juga dalam bahasa film, selalu shoot dia dengan jarak tidak terlalu dekat (medium shot). Merekam seseorang yang harusnya misterius dengan ukuran close-up akan mengurangi efek yang diinginkan.
4. Editing
Program
Pilihan program editing sangat banyak, Adobe Premiere Pro adalah pilihan umum untuk pengguna PC dan Final Cut Pro untuk pengguna Macintosh. Namun kedua software tersebut memiliki fitur-fitur yang advance, yang berarti settingannya juga tidak sedikit. Jika kamu tidak berniat untuk menguasai program editing yang seprofesional itu, kamu bisa beralih ke program yang lebih ditujukan untuk home user seperti Ulead atau Sony Vegas. Tutorial program editing bisa ditemukan di Internet atau bisa juga kamu cari di toko-toko buku.
Proses penyuntingan
Terkadang dengan merubah sususan adegan dapat merekonstruksi ulang sebuah cerita menjadi lebih efektif. Pertama-tama, susun dulu adegan kamu sesuai dengan naskah, lalu kamu perhatikan. Apakah ada adegan yang sebenarnya tidak perlu? Atau bisa lebih pendek? Atau mungkin diletakkan di sebelum adegan yang satu lagi? Jangan sentuh editan kamu selama beberapa hari lalu play ulang filmnya dengan fresh eyes. Apa yang terlihat janggal? Dengan bermain-main dengan susunan, kamu bisa melatih sense kamu sebagai story teller yang efektif. Salah satu cara yang paling ampuh, dan juga paling enak adalah dengan menonton film dan memperhatikan cara mereka mengeksekusi sebuah adegan
0 komentar:
Posting Komentar